Patofisioligi
Deabetes Melitus
D
I
D
U
S
U
N
Oleh
:
Ø Arum
Suandi
![]() |
STIKes Mutiara Indonesia
Medan
2011
BAB I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Diabetes bukan penyakit
baru. Sejak 1552 SM penyakit yang ditandai dengan seringnya buang air kecil
dalam jumlah banyak serta penurunan berat badan yang drastis ini, sudah dikenal
dan disebut dengan istilah Poliuria. Tahun 400 SM, seorang penulis
India Sushratha menamainya “penyakit kencing madu”. Nama diabetes mellitus
(diabetes = mengalir terus, mellitus = manis) akhirnya
diberikan oleh Aretaeus sekitar 200 tahun sebelum Masehi.
Mengelola penyakit ini
sebenarnya mudah asal penderita bisa mendisiplinkan diri dan melakukan olahraga
secara teratur, menuruti saran dokter, dan tidak mudah patah semangat.
Seseorang dikatakan menderita diabetes bila kadar glukosa dalam darah di atas 120 mg/dl dalam kondisi berpuasa, dan di atas 200 mg/dl setelah dua jam makan. Tanda lain yang lebih nyata adalah apabila air seninya positif mengandung gula.
Seseorang dikatakan menderita diabetes bila kadar glukosa dalam darah di atas 120 mg/dl dalam kondisi berpuasa, dan di atas 200 mg/dl setelah dua jam makan. Tanda lain yang lebih nyata adalah apabila air seninya positif mengandung gula.
Diabetes muncul karena
hormon insulin yang dikeluarkan oleh sel-sel beta dari pulau langerhans
(struktur dalam pankreas yang bertugas mengatur kadar gula dalam darah) tidak
lagi bekerja normal. Akibatnya, kadar gula dalam darah meninggi. Bila keadaan
ini berlanjut dan melewati ambang batas ginjal, zat gula akan dikeluarkan
melalui air seni.
Perkembangan
metabolisme glukosa abnormal terkait baik defisiensi insulin, dengan sekresi
hormon atau muncul karena kombinasi dari dua. Penurunan sekresi insulin karena
beberapa kondisi, seperti mengurangi massa total sel beta (dalam kasus operasi
pengangkatan pankreas atau sebagai akibat dari pankreatitis akut) atau sebagai
akibat dari kerusakan autoimun sel-sel ini, sebuah fenomena terjadi pada
diabetes tipe 1. Selain itu, beberapa cacat genetik dalam metabolisme sel b
juga dapat mengakibatkan kekurangan sekresi insulin dalam menanggapi rangsangan
fisiologis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.
Anatomi dan fisiologi Pankreas
A.
Anatomi Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki
fungsi utama yaitu untuk menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon
penting seperti insulin dan glukagon. Kelenjar pankreas terletak
pada bagian belakang lambung dan berhubungan erat dengan duodenum (usus dua
belas jari), strukturnya sangat mirip dengan kelenjar ludah. Jaringan pankreas
terdiri atas lobula dari sel sekretori yang tersusun mengitari saluran-saluran
halus. Saluran-saluran ini mulai dari persambungan saluran-saluran kecil dari
lobula yang terletak di dalam ekor pankreas dan berjalan melalui badannya dari
kiri ke kanan.
Panjangnya kira-kira 15 cm dan mengandung sekumpulan sel
yang disebut. Pulau Langerhans, terdiri dari dua macam sel yaitu alfa dan beta.
Tiap pankreas mengandung lebih kurang 100.000 pulau Langerhans dan tiap pulau
berisi 100 sel beta Sel beta memproduksi insulin sedangkan sel-sel alfa
memproduksi glukagons, Juga ada sel delta yang mengeluarkan
somatostatin dan sel polipeptida pankreas yang mensekresi hormon
polipeptida pankreas.
Pankreas
dibagi menurut bentuknya :
·
Kepala (kaput) yang paling lebar terletak di kanan rongga
abdomen, masuklekukan sebelah kiri duodenum yang praktis melingkarinya.
·
Badan (korpus) menjadi bagian utama terletak dibelakang
lambung dan di depan vertebra lumbalis pertama.
·
Ekor (kauda) adalah bagian runcing di sebelah kiri sampai
menyentuh pada limpa (lien).
B.
Fisiologi Pankreas
Pankreas disebut sebagai organ rangkap, mempunyai dua fungsi
yaitu sebagai kelenjar eksokrin dan kelenjar endokrin. Kelenjar eksokrin
menghasilkan sekret yang mengandung enzim yang dapat menghidrolisis protein, lemak,
dan karbohidrat; sedangkan endokrin menghasilkan hormon insulin dan glukagon
yang memegang peranan penting pada metabolisme karbohidrat. Kedua hormon ini
langsung masuk dalam peredaran darah dan digunakan untuk mengatur jumlah gula
dalam darah. Insulin akan mengubah kelebihan glukosa darah menjadi glikogen
untuk kemudian menyimpannya di dalam hati dan otot. Suatu saat ketika tubuh
membutuhkan tambahan energi, glikogen yang tersimpan di dalam hati akan diubah
oleh glukagon menjadi glukosa yang dapat digunakan sebagai energi tambahan.
Pankreas menghasilkan :
a. Garam NaHCO3 : membuat suasana basa.
b. Karbohidrase : amilase ubah amilum →
maltosa.
c. Dikarbohidrase :
·
.maltase ubah maltosa → 2 glukosa.
·
Sukrase ubah sukrosa → 1 glukosa + 1 fruktosa.
·
Laktase ubah laktosa → 1 glukosa + 1 galaktosa.
d. Lipase mengubah lipid → asam lemak +
gliserol.
e. Enzim entrokinase mengubah
tripsinogen → tripsin dan ubah pepton → asam amino.
a.
Sistem kendali pada sekresi
pankreas.
Sekresi eksokrin pankreas dipengaruhi oleh aktivitas refleks
saraf selama tahap sefalik dan lambung pada sekresi lambung.
b.
Komposisi cairan pankreas.
Cairan
pankreas mengandung enzim-enzim untuk mencerna protein, karbohidrat, dan lemak.
1. Enzim proteolitik pankreas
(protease)
a. Tripsinogen yang disekresi pankreas
diaktivasi menjadi tripsin oleh enterokinase yang diproduksi usus halus.
Tripsin mencerna protein dan polipeptida besar untuk membentuk polipeptida
besar untuk membentuk polipeptida dan peptida yang lebih kecil.
b. Kimotripsin teraktivasi dari
kimotripsinogen oleh tripsin. Kimotripsin memiliki fungsi yang sama seperti
tripsin terhadap rotein.
c. Karboksipeptidase, aminopeptidase,
dan dipeptidase adalah enzim yang melanjutkan proses pencernaan protein untuk
menghasilkan asam amino bebas.
2. Lipase pancreas
Menghidrolisis
lemak menjadi asam lemak dan gliserol setelah lemak diemulsi oleh garam-garam
empedu.
3. Amilase pancreas
Menghidrolisis
zat tepung yang tidak tercerna oleh amilase saliva menjadi disakarida (maltosa,
sukrosa, dan laktosa)
4. Ribonuklease dan deoksiribonuklease
Menghidrolisis
RNA dan DNA menjadi blok-blok pembentuk nukleotidanya.
C.
Kepulauan Langerhans
Membentuk organ endokrin yang menyekresikan insulin, yaitu
sebuah homron antidiabetika, yang diberikan dalam pengobatan diabetes. Insulin
ialah sebuah protein yang dapat turut dicernakan oleh enzim-enzim pencerna
protein dan karena itu tidak diberikan melalui mulut melainkan dengan suntikan
subkutan. Trus,obat anti diadetes yang per oral mengandung apa dunk? Insulin
mengendalikan kadar glukosa dan bila digunakan sebagia pengobatan dalam hal
kekurangan seperti pada diabetes, ia memperbaiki kemampuan sel tubuh untuk
mengasorpsi dan menggunakan glukosa dan lemak.
Pada pankreas paling sedikit terdapat empat peptida dengan
aktivitas hormonal yang disekresikan oleh pulau-pulau (islets) Langerhans. Dua
dari hormon-hormon tersebut, insulin dan glukagon memiliki fungsi penting dalam
pengaturan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Hormon ketiga,
somatostatin berperan dalam pengaturan sekresi sel pulau, dan yang keempat
polipeptida pankreas berperan pada fungsi saluran cerna.
D.
Hormon Insulin
Insulin merupakan protein kecil, terdiri dari dua rantai
asam amino yang satu sama lainnya dihubungkan oleh ikatan disulfida. Bila kedua
rantai asam amino dipisahkan, maka aktivitas fungsional dari insulin akan
hilang. Translasi RNA insulin oleh ribosom yang melekat pada reticulum
endoplasma membentuk preprohormon insulin dan melekat erat pada reticulum
endoplasma dan membentuk proinsulin dan melekat erat pada alat golgi dan
membentuk insulin dan terbungkus granula sekretorik dan sekitar seperenam
lainnya tetap menjadi proinsulin yang tidak mempunyai aktivitas insulin.
Insulin dalam darah beredar dalam bentuk yang tidak terikat
dan memilki waktu paruh 6 menit. Dalam waktu 10 sampai 15 menit akan
dibersihkan dari sirkulasi. Kecuali sebagian insulin yang berikatan dengan
reseptor yang ada pada sel target, sisa insulin didegradasi oleh enzim
insulinase dalam hati, ginjal, otot, dan dalam jaringan yang lain.Reseptor
insulin merupakan kombinasi dari empat subunit yang saling berikatan bersama
oleh ikatan disulfide, 2 subunit alfa ( terletak seluruhnya di luar membrane
sel ) dan 2 subunit beta ( menembus membrane, menonjol ke dalam sitoplasma ).
Insulin berikatan dengan subunit alfa dan subunit beta mengalami
autofosforilasi dan protein kinase dan fosforilasi dari banyak enzim
intraselular lainnya.
Insulin bersifat
anabolik, meningkatkan simpanan glukosa, asam-asam lemak, dan asam-asam amino.
Glukagon bersifat katabolik, memobilisasi glukosa, asam-asam lemak, dan
asam-asam amino dari penyimpanan ke dalam aliran darah. Kedua hormon ini
bersifat berlawanan dalam efek keseluruhannya dan pada sebagian besar keadaan
disekresikan secara timbal balik. Insulin yang berlebihan menyebabkan hipoglikemia,
yang menimbulkan kejang dan koma.
Defisiensi insulin baik absolut maupun relatif, menyebabkan
diabetes melitus, suatu penyakit kompleks yang bila tidak diobati dapat
mematikan. Defisiensi glukagon dapat menimbulkan hipoglikemia, dan kelebihan glukagon
menyebabkan diabetes memburuk. Produksi somatostatin yang berlebihan oleh
pankreas menyebabkan hiperglikemia dan manifestasi diabetes lainnya.
Dibetes melitus dalam kehidupan sehari-hari dikenal sebagai
penyakit kencing manis. Dimana terjadi karena terjadi peningkatan kadar gula
(glukosa) dalam darah yang berlebihan dan terjadi secara menahun. Diabetes
melitus dapat diklasifikasikan secara etiologi menjadi tiga, yaitu Diabetes
Melitus tipe 1, tipe 2, dan tipe 3.
Sintesis
Insulin
- Insulin disintesis oleh sel-sel beta, terutama ditranslasikan ribosom yang melekat pada retikulum endoplasma (mirip sintesis protein) dan menghasilkan praprohormon insulin dengan berat molekul sekitar 11.500.
- Kemudian praprohormon diarahkan oleh rangkaian “pemandu” yang bersifat hidrofibik dan mengandung 23 asam amino ke dalam sisterna retikulum endoplasma.
- Di retikulum endoplasma, praprohormon ini dirubah menjadi proinsulin dengan berat molekul kira-kira 9000 dan dikeluarkan dari retikulum endoplasma.
- Molekul proinsulin diangkut ke aparatus golgi, di sini proteolisis serta pengemasan ke dalam granul sekretorik dimulai.
- Di aparatus golgi, proinsulin yang semua tersusun oleh rantai B—peptida (C) penghubung—rantai A, akan dipisahkan oleh enzim mirip tripsin dan enzim mirip karboksipeptidase.
- Pemisahan itu akan menghasilkan insulin heterodimer (AB) dan C peptida. Peptida-C dengan jumlah ekuimolar tetap terdapat dalam granul, tetapi tidak mempunyai aktivitas biologik yang diketahui
a.
Mekanisme kerja dan metabolisme insulin
Insulin merupakan hormon yang berfungsi sebagai second
messenger yang merangsang dengan potensial listrik. Beberapa peristiwa yang
terjadi setelah insulin berikatan dengan reseptor membran:
- Terjadi perubahan bentuk reseptor.
- Reseptor akan berikatan silang dan membentuk mikroagregat.
- Reseptor diinternalisasi.
- Dihasilkan satu atau lebih sinyal. Setelah peristiwa tersebut, glukosa akan masuk ke dalam sel dan membentuki glikogen.
Insulin yang telah terpakai maupun yang tidak terpakai, akan
dimetabolisme. Ada dua mekanisme untuk metabolisme insulin:
- Melibatkan enzim protese spesifik-insulin yang terdapat pada banyak jaringan, tetapi banyak terdapat pada hati, ginjal, dan plasenta.
- Melibatkan enzim hepatik glutation-insulin transhidrogenase, yang mereduksi ikatan disulfida, dan kemudian rantai A dan B masing-masing diuraikan dengan cepat.
b.
Fungsi Insulin
Fungsi spesifik dari hormon
insulin adalah untuk menstimulasi proses glikogenesis, lipogenesis, dan sintesis
protein
E.
Peran Insulin ( Dan Hormon Lain ) Dalam “Pengalihan” Antara
Metabolisme Karbohidrat Dan Metabolisme Lipid.
Insulin
meningkatkan pemakain karbohidrat sebagai sumber energi dan menekan pemakaian
lemak.
a. Glukosa darah tinggi dan insulin
keluar dan karbohidrat lebih dipakai daripada lemak kelebihan glukosa darah
disimpan dalam bentuk glikogen hati, lemak hati, dan glikogen otot.
b. Hormon yang mempengaruhi sekresi
insulin:
·
GH, sekresi hormon ini merupakan respons terhadap
hipoglikemia
·
Kortisol, sekresi hormon ini merupakan respons terhadap
hipoglikemia
·
Epinefrin, meningkatkan konsentrasi glukosa dalam plasma
selama stress yakni bila system saraf simpatis dirangsang, meningkatkan
konsentrasi asam lemak dalam plasma, menyebabkan timbulnya proses glikogenolisis
banyak glukosa dalam darah, mempunyai efek lipolitik terhadap sel, dalam hati
mengaktifkan hormon jaringan lemak yang sensitive lipase, meningkatkan
pemakaian lemak saat stress, saat kerja fisik, syok sirkulasi, kecemasan
a.
Glukagon
Glukagon adalah antagonis dari insulin, yang tersusun atas
29 asam amino. Pada prinsipnya menaikkan kadar gula di dalam darah. Enzim ini
diproduksi di sel A dari pankreas. Glukagon melewati dalam proses
sintesisnya yang disebut sebagai limited proteolyse, yang artinya molekul
glukagon berasal dari prohormon. Gen untuk glukagon selain di pankreas juga
terdapat di otak dan sel enteroendokrin L di sistem pencernaan (Ileum
dan Kolon).
Fungsi Glukagon: melawan kerja insulin (stimulasi
glikogenolisis dan lipolisis), stimulasi glukoneogenik
b.
Somatostatin
Prosomatostatin mempunyai 28 rantai asam amino, kemudian
dirubah menjadi 14 asam amino. Proses sitesis ini berlangsung di dalan sel D
pada pulau Langerhans atau di hipotalamus dan GIT.
Fungsi Somastotatin
- menghambat sekresi hormon pertumbuhan
- memperlambat pengosongan lambung
- menurunkan produksi asam lambung dan gastrin
- mengurangi sekresi pankreas eksokrin
- menurunkan aliran darah alat-alat dalam
- memperlambat absorpsi xilosa
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Defenisi
Diabetes merupakan salah satu penyakit tertua pada manusia
dan dikenal dengan kencing manis. Diabetes melitus berasal dari kata yunani.
Diabetes berarti pancuran, melitus berarti madu atau gula
Diabetes melitus merupakan penyakit menahun yang timbul pada
seseorang yang disebabkan karena adanya peningkatan kadar gula atau glukosa
darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif.
Absolut : terjadi apabila sel beta pankreas
tidak dapat menghasilkan insulin dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan
sehingga penderita membutuhkan suntikan insulin.
Relatif : Sel beta pankreas masih mampu
memproduksi insulin yang dibutuhkan tetapi hormon yang dihasilkan tersebut
tidak dapat bekerja secara optimal.
Diabetes melitus adalah penyakit yang terjadi akibat
terganggunya proses metabolisme gula darah di dalam tubuh yang disertai
berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, dan pembuluh
darah,
disertai lesi pada membran basalis
Diabetes melitus menurut Sylvia Anderson Price adalah
gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan
manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.
Menurut Sujono Riyadi Diabetes Melitus merupakan suatu
penyakit kronik yang komplek yang melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat,
protein dan lemak dan berkembangnya komplikasi makrovaskuler dan neurologis.
B.
Etiologi
a. Diabetes Melitus Tipe 1 (diabetes yang tergantung kepada
insulin / IDDM)
Disebabkan karena destruksi sel beta, umumnya menjurus ke
defisiensi insulin absolut. Diabetes melitus tipe 1 disebabkan 2 hal yaitu :
Autoimun
Disebabkan kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan
sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya
infeksi pada tubuh. Ditemukan beberapa petanda imun (immune markers) yang menunjukkan pengrusakan sel beta pankreas
untuk mendeteksi kerusakan sel beta, seperti “islet cell autoantibodies (ICAs), autoantibodies to insulin (IAAs), autoantibodies to glutamic acid decarboxylase
(GAD). )”, dan antibodies to
tyrosine phosphatase IA-2 and IA-2.
Idiopatik
Sebagian
kecil diabetes melitus tipe 1 penyebabnya tidak jelas (idiopatik).
b. Diabetes Melitus Tipe 2 (diabetes yang tidak tergantung
kepada insulin / NIDDM)
Bervariasi mulai
yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai
yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin.
Diabetes melitus tipe-2 merupakan jenis diabetes melitus yang paling sering
ditemukan di praktek, diperkirakan sekitar 90% dan semua penderita diabetes
melitus di Indonesia. Sebagian besar diabetes tipe-2 adalah gemuk (di negara
barat sekitar 85%, di Indonesia 60%), disertai dengan resistensi insulin, dan
tidak membutuhkan insulin untuk pengobatan. Sekitar 50% penderita sering tidak
terdiagnosis karena hiperglikemi meningkat secara perlahan-lahan sehingga tidak
memberikan keluhan. Walaupun demikian pada kelompok diabetes melitus tipe-2
sering ditemukan komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler, bahkan tidak
jarang ditemukan beberapa komplikasi vaskuler sekaligus.
c.
Diabetes Gestasional
Terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes sebelum
kehamilannya. Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi
hormone-hormon plasenta. Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa darah pada
wanita yang menderita diabetes gestasional akan kembali normal
C.
Faktor Resiko
Penyebab resistensi insulin pada diabetes melitus menurut
Sujono Riyadi dalam bukunya Asuhan Keperawatan pada pasien dengan gangguan
eksokrin dan endokrin pada pancreas tidak begitu jelas tetapi faktor yang
banyak berperan antara lain:
a. Kelainan Genetik
Diabetes dapt menurun menurut silsilah keluarga yang
mengidap diabetes. Ini terjadi karena DNA pada orang diabetes melitus akan ikut
diinformasikan pada gen berikutnya terkait dengan penurunan produksi insulin.
b. Usia
Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara
dramatis menurun dengan cepat pada usia 40 tahun. Penurunan ini yang akan
beresiko pada penurunan fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin.
c. Gaya Hidup Stres
Stres
kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang cepat saji yang kaya
pengawet, lemak serta gula. Makanan ini berpengaruh besar terhadap kerja
pankreas. Stres juga akan meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan
kebutuhan akan sumber energi yang berakibat pada kenaikan pada kerja pankreas.
Beban pangkreas yang berat akan berdampak pada penurunan insulin.
d. Pola Makan yang Salah
Kurang
gizi atau kelebihan berat badan sama-sama meningkatkan resiko diabetes.
Malnutrisi dapat merusak pankreas sedangkan obesitas meningkatkan gangguan
kerja atau resistensi insulin. Pola makan yang tidak teratur dan cenderung
terlambat juga akan berperanan pada ketidakstabilan kerja pankreas.
e. Obesitas
Obesitas
mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami hipertropi yang akan berpengaruh
pada penurunan hormon insulin.
f. Infeksi
Masuknya
bakteri atau virus ke dalam pankreas akan berakibat rusaknya sel-sel pankreas.
Kerusakan ini berakibat pada penurunan fungsi pankreas.
D. Patofisiologi
Skema
patofisiologi DM
Pada diabetes melitus tipe 1 terjadi fenomena autoimun yang
ditentukan secara genetik dengan gejala yang akhirnya menuju proses bertahap
perusakan imunologik sel-sel yang memproduksi insulin. Tipe diabetes ini
berkaitan dengan tipe histokompabilitas (Human Leucocyt Antigen/HLA) spesifik.
Tipe gen histokompabilitas ini adalah yang memberi kode pada protein yang
berperan penting dalam interaksi monosit-limfosit. Protein ini mengatur respon
sel T yang merupakan bagian normal dari sistem imun. Jika terjadi kelainan,
fungsi limfosit T yang terganggu akan berperan penting dalam patogenesis
perusakan pulau langerhans.
Sedangkan pada
diabetes melitus tipe 2 berkaitan dengan kelainan sekresi insulin, serta kerja
insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran
terhadap kerja insulin. Pada tipe ini terdapat kelainan dalam pengikatan
insulin dengan reseptor yang disebabkan oleh berkurangnya tempat reseptor pada
membran sel yang selnya responsif terhadap insulin atau akibat
ketidakabnormalan reseptor intrinsik insulin. Akibatnya, terjadi penggabungan
abnornmal antara komplek reseptor insulin dengan sistem transpor glukosa.
Ketidakabnormalan posreseptor ini dapat menggangu kerja insulin. (Sylvia A
Price:2006)
Jadi sebagian besar patologi Diabetes melitus dapat
dihubungkan dengan efek utama kekurangan insulin. Keadaan patologi tersebut
akan berdampak hiperglikemia, hiperosmolaritas, dan starvasi seluler.
a.
Hiperglikemia
Dalam keadaan insulin normal asupan glukosa dalam tubuh akan
difasilitasi oleh insulin untuk masuk ke dalam sel tubuh. Glukosa ini kemudian
diolah menjadi bahan energi. Apabila bahan energi yang dibutuhkan masih ada
sisa akan disimpan dalam bentuk glukogen dalam hati dan sel-sel otot proses
glikogenesis (pembentukan glikogen dari unsur glukosa ini dapat mencegah
hiperglikemia). Pada penderita diabetes melitus proses ini tidak dapat
berlangsung dengan baik sehingga glukosa banyak menumpuk di darah
(hiperglikemia)
b.
Hiperosmolaritas
Pada penderita diabetes melitus hiperosmolaritas terjadi
karena peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah. Peningkatan glukosa dalam
darah akan berakibat terjadinya kelebihan ambang pada ginjal untuk mengabsorbsi
dan memfiltrasi glukosa. Kelebihan ini kemudian menimbulkan efek pembuangan
glukosa melalui urin (glukosuria). Ekresi molekul glukosa yang aktif secara
osmosis akan menyebabkan kehilangan sebagian besar air (diuresis osmotik) dan
berakibat peningkatan volume air (poliuria).
c.
Starvasi Seluler
Starvasi seluler merupakan kondisi kelaparan yang dialami
oleh sel karena glukosa sulit masuk padahal disekeliling sel banyak glukosa.
Dampak dari starvasi seluler ini terjadi proses kompensasi seluler untuk tetap
mempertahankan fungsi sel antara lain:
- Defisiensi insulin gagal untuk melakukan asupan glukosa bagi jaringan-jaringan peripheral yang tergantung pada insulin (otot rangka dan jaringan lemak). Jika tidak terdapat glukosa, sel-sel otot memetabolisme cadangan glikogen yang mereka miliki untuk dibongkar menjadi glukosa dan energi mungkin juga menggunakan asam lemak bebas (keton). Kondisi ini ini berdampak pada penurunan massa otot, kelemahan otot dan rasa mudah lelah.
- Strarvasi seluler juga akan mengakibatkan peningkatan metabolisme protein dan asam amino yang digunakan sebagai substrat yang diperlukan untuk glukoneogenesis dalam hati. Proses ini akan menyebabkan penipisan simpanan protein tubuh karena unsur nitrogen (sebagai unsur pembentuk protein) tidak digunakan kembali untuk semua bagian tetapi diubah menjadi urea dalam hepar dan dieksresikan melalui urin. Depresi proin akan berakibat tubuh menjadi kurus, penurunan resistensi terhadap infeksi dan sulitnya pengembalian jaringan yang rusak.
- Starvasi juga akan berdampak peningkatan mobilisasi lemak (lipolisis) asam lemak bebas. Trigliserida dan gliserol yang meningkat bersirkulasi dan menyediakan substrat bagi hati untuk proses kekogenesis yang digunakan untuk melakukan aktivitas sel.
- Starvasi juga akan meningkatkan mekanisme penyesuaian tubuh untuk meningkatkan pemasukan dan munculnya rasa ingin makan (polifagi).
E.
Manifestasi Klinis
Diagnosis DM Tipe II (Non Insulin Dependent Diabetes
Mellitus) ditandai dengan adanya gejala berupa polifagia, poliuria,
polidipsia, lemas dan berat badan turun. Gejala lain yang mungkin dikeluhkan
pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur dan impoteni pada pria serta
pruritus vulva pada wanita.
Gejala awalnya berhbungan dengan efek langsung dari kadar
gula darah yang tinggi. Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL, maka
glukosa akan sampai ke air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan
membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang.
Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka
penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri).
Akibat poliuri maka penderita merasakan haus yang berlebihan
sehingga banyak minum (polidipsi). Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air
kemih, penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasikan hal
ini penderita seringkali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan
(polifagi).
Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan
berkurangnya ketahanan selama melakukan olah raga. Penderita diabetes yang
kurang terkontrol lebih peka terhadap infeksi.
Karena kekurangan insulin yang berat, maka sebelum menjalani
pengobatan penderita diabetes tipe I hampir selalu mengalami penurunan berat
badan. Sebagian besar penderita diabetes tipe II tidak mengalami penurunan
berat badan.
a.
Pada penderita diabetes tipe I,
gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa berkembang dengan
cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis diabetikum. Kadar
gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel tidak dapat
menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari sumber
yang lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang merupakan senyawa kimia
beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal
dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan berkemih yang berlebihan,
mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). Pernafasan
menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah.
Bau nafas penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis
diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam.
Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe I bisa
mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin
atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakan atau penyakit yang serius.
b. Penderita diabetes tipe II
bisa tidak menunjukkan gejala-gejala selama beberapa tahun.
Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa sering
berkemih dan sering merasa haus. Jarang terjadi ketoasidosis. Jika kadar gula
darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat
stres, misalnya infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami
dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan
suatu keadaan yang disebut koma, hiperglikemik – hiperosmolar non-ketotik.
F.
Komplikasi
Komplikasi yang bersifat akut
a. Koma Hiplogikemia
Koma hipoglikemia terjadi karena pemakaian obat-obatan
diabetic yang melebihi dosis yang dianjurkan sehingga terjadi penurunan glukosa
dalam darah. Glukosa yang ada sebagian besar difasilitasi untuk masuk ke dalam
sel.
b. Ketoasidosis
Minimnya glukosa di dalam sel akan mengakibatkan sel mencari
sumber alternatif untuk dapat memperoleh energi sel. Kalau tidak
ada glukosa maka benda-benda keton akan dipakai sel. Kondisi ini akan
mengakibatkan penumpukan residu pembongkaran benda-benda keton yang berlebihan
yang mengakibatkan asidosis.
c. Koma hiperosmolar nonketotik
Koma ini terjadi karena penurunan komposisi cairan intrasel
dan ekstrasel karena banyak diekresi lewat urin.
Komplikasi
yang bersifat kronik
a. Makroangipati yang mengenai pembuluh
darah besar, pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.
Perubahan pada pembuluh darah besar dapat mengalami atherosclerosis sering
terjadi pada DMTII/NIDDM. Komplikasi makroangiopati adalah penyakit vaskuler
otak, penyakit arteri koronaria dan penyakit vaskuler perifer.
b. Mikroangiopati yang mengenai
pembuluh darah kecil, retinopati diabetika, nefropati diabetic.
Perubahan-perubahan mikrovaskuler yang ditandai dengan penebalan dan kerusakan
membran diantara jaringan dan pembuluh darah sekitar. Terjadi pada penderita
DMTI/IDDM yang trejadi neuropati,nefropati, dan retinopati.
Nefropati terjadi karena perubahan mikrovaskuler pada
struktur dan fingsi ginjal yang menyebabkan komplikasi pada pelvis ginjal.
Tubulus dan glomerulus penyakit ginjal dapat berkembang dari proteinuria ringan
ke ginjal.
Retinopati adalah adanya perubahan dalam retina karena
penurunan protein dalam retina. Perubahan ini dapat berakibat gangguan dalam
penglihatan.
Retinopati
mempunyai dua tipe yaitu:
- Retinopati back graund dimulai dari mikroneuronisma di dalam pembuluh retina menyebabkan pembentukan eksudat keras.
- Retinopati proliferasi yang merupakan perkembangan lanjut dari retinopati back ground, terdapat pembentukan pembuluh darah baru pada retina akan berakibat pembuluh darah menciut dan menyebabkan tarikan pada retina dan perdarahan di dalam rongga vitreum. Juga mengalami pembentukan katarak yang disebabkan oleh hiperglikemi yang berkepanjangan menyebabkan pembengkakan lensa dan kerusakan lensa.
- Neuropati diabetika
Akumulasi orbital didalam jaringan dan perubahan metabolik
mengakibatkan fungsi sensorik dan motorik saraf menurun kehilangan sensori
mengakibatkan penurunan persepsi nyeri.
- Rentan infeksi seperti tuberculosis paru, gingivitis, dan infeksi saluran kemih.
- Kaki diabetik
Perubahan mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati
menyebabkan perubahan pada ekstremitas bawah. Komplikasinya dapat terjadi
gangguan sirkulasi, terjadi infeksi, gangren, penurunan sensasi dan hilangnya
fungsi saraf sensorik dapat menunjang terjadinya trauma atau tidak
terkontrolnya infeksi yang mengakibatkan gangren.
G.
Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan
laboratorium yang dilakukan adalah :
a. Pemeriksaan
darah
·
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl,
·
gula darah puasa >120 mg/dl dan
·
dua jam post prandial > 200 mg/dl.
b. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat
melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++
),dan merah bata ( ++++ ).
c. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik
yang sesuai dengan jenis kuman.
H.
Penatalaksanaan
1.
Obat
Obat-obatan
Hipoglikemik Oral (OHO)
a. Golongan sulfoniluria
Cara kerja golongan ini adalah: merangsang sel beta pankreas
untuk mengeluarkan insulin, jadi golongan sulfonuria hanya bekerja bila sel-sel
beta utuh, menghalangi pengikatan insulin, mempertinggi kepekatan jaringan
terhadap insulin dan menekan pengeluaran glukagon. Indikasi pemberian obat
golongan sulfoniluria adalah: bila berat badan sekitar ideal kurang lebih 10%
dari berat -badan ideal, bila kebutuhan insulin kurang dari 40 u/hari, bila
tidak ada stress akut, seperti infeksi berat/perasi.
b. Golongan biguanid
Cara kerja golongan ini tidak merangsang sekresi insulin.
Golongan biguanid dapat menurunkan kadar gula darah menjadi normal dan
istimewanya tidak pernah menyebabkan hipoglikemi. Efek samping penggunaan obat
ini (metformin) menyebabkan anoreksia, nausea, nyeri abdomen dan diare.
Metformin telah digunakan pada klien dengan gangguan hati dan ginjal,
penyalahgunaan alkohol, kehamilan atau insufisiensi cardiorespiratory.
c. Alfa Glukosidase Inhibitor
Obat ini berguna menghambat kerja insulin alfa glukosidase
didalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan
menurunkan hiperglikemia post prandial. Obat ini bekerja di lumen usus dan
tidak menyebabkan hipoglikemi dan tidak berpengaruh pada kadar insulin. Alfa
glukosidase inhibitor dapat menghambat bioavailabilitas metformin. Jika
dibiarkan bersamaan pada orang normal.
d. Insulin Sensitizing Agent
Obat ini mempunyai efek farmakolagi meningkatkan
sensitifitas berbagai masalah akibat resistensi insulin tanpa menyebabakan
hipoglikemia.
e. Insulin
Dari sekian banyak jenis insulin, untuk pratisnya hanya 3 jenis
yang penting menurut cara kerjanya yakni menurut Junadi, 1982, diantaranya
adalah:
- Yang kerjanya cepat: RI (Regular insulin) dengan masa kerja 2-4jam contoh obatnya: Actrapid.
- Yang kerjanya sedang: NPN, dengan masa kerja 6-12jam.
- Yang kerjanya lambat: PZI (protamme Zinc Insulin) masa kerjanya 18-24jam.
Untuk
pasien yang pertama kali akan dapat insulin, sebaiknya selalu dimulai dengan
dosis rendah (8-20 unit) disesuaikan dengan reduksi urine dan glukosa darah.
Selalu dimulai dengan RI, diberikan 3 kali (misalnya 3 x 8
unit) yang disuntikkan subkutan ½ jam sebelum makan. Jika masih kurang
dosis dinaikkan sebanyak 4 unit per tiap suntikan. Setelah keadaan stabil RI
dapat diganti dengan insulin kerja sedang atau lama PZI mempunyai efek maksimum
setelah penyuntikan.
PZI disuntik 1/4 jam sebelum makan pagi dengan dosis
2/3 dari dosis total RI sehari. Dapat pula diberikan kombinasi RI dengan
PZI diberikan sekali sehari. Misalnya semula diberikan RI 3 x 20 unit dapat
diganti dengan pemberian RI 20 unit dan PZI 30 unit.
2. Pola diet
Diet 3J atau
yg di sebut diet :
1. Jumlah kalori,
2. Jadwal makan,dan
3. Jenis makanan.
Bagi penderita DM yang tidak mempunyai masalah dengan berat
badan tentu lebih mudah untuk menghitung jumlah kalori sehari-hari. Caranya,
berat badan dikalikan 30. Misalnya, orang dengan berat badan 50 kg, maka
kebutuhan kalori dalam sehari adalah 1.500 (50 x 30). Kalau yang bersangkutan
menjalankan olahraga, kebutuhan kalorinya pada hari berolahraga ditambah
sekitar 300-an kalori. Jadwal makan pengidap diabetes dianjurkan lebih sering
dengan porsi sedang. Maksudnya agar jumlah kalori merata sepanjang hari. Tujuan
akhirnya agar beban kerja tubuh tidak terlampau berat dan produksi kelenjar
ludah perut tidak terlalu mendadak.
Di samping jadwal makan utama pagi, siang, dan malam,
dianjurkan juga porsi makanan ringan di sela-sela waktu tersebut(selang waktu
sekitar tiga jam). Yang perlu dibatasi adalah makanan berkalori tinggi seperti
nasi, daging berlemak, jeroan, kuning telur. Juga makanan berlemak tinggi
seperti es krim, ham, sosis, cake, coklat, dendeng, makanan gorengan. Sayuran
berwarna hijau gelap dan jingga seperti wortel, buncis, bayam, caisim bisa
dikonsumsi dalam jumlah lebih banyak, begitu pula dengan buah-buahan segar.
Namun, perlu diperhatikan bila penderita menderita gangguan ginjal, konsumsi
sayur-sayuran hijau dan makanan berprotein tinggi harus dibatasi agar tidak
terlalu membebani kerja ginjal
I.
Pencegahan
Jumlah pasien diabetes mellitus dalam kurung waktu 25-30
tahun yang akan datang akan sangat meningkat akibat peningkatan kemakmuran,
perubahan pola demografi dan urbanisasi. Di samping itu juga karena pola hidup
yang akan berubah menjadi pola hidup beresiko. Mengingat jumlah pasien yang
akan membengkak dan besarnya biaya perawatan pasien diabetes yang terutama
disebabkan oleh karena komplikasinya, maka upaya yang paling baik adalah
pencegahan .pencegahan adalah upaya yang harus dilaksanakan sejak dini, baik
pencegahan primer, sekunder maupun tersier dengan melibatkan berbagai pihak
yang terkait seperti pemerintah, LSM, dan lain-lain.
Menurut
WHO tahun 1994, upaya pencegahan pada diabetes ada tiga jenis atau tahap yaitu:
a. Pencegahan primer
Semua aktivitas yang ditunjukan untuk mencegah timbulnya
hiperglikemia pada individu yang berisiko untuk jadi diabetes atau pada
populasi umum.
Pencegahan ini adalah cara yang paling sulit karena yang
menjadi sasaran adalah orang-orang yang belum sakit artinya mereka masih sehat.
Cakupanya menjadi sangat luas. Semua pihak harus mempropagandakan pola hidup
sehat dan menghindari pola hidup berisiko. Menjelaskan kepada masyarakat bahwa
mencegah penyakit jauh lebih baik daripada mengobatinya. Kampanye makanan sehat
dengan pola tradisional yang mengandung lemak rendah atau pola makanan seimbang
adalah alternative terbaik dan harus mulai ditanamkan pada anak-anak sekolah
sejak taman kanak-kanak.
Selain makanan juga cara hidup berisiko lainnya harus
dihindari. Jaga berat badan agar tidak gemuk, dengan olah raga teratur. Dengan
menganjurkan olah raga kepada kelompok risiko tinggi, misalnya anak-anak pasien
diabetes.
b. Pencegahan sekunder
Menemukan pengidap DM sedini mungkin, misalnya dengan tes penyaringan
terutama pada populasi risiko tinggi. Dengan demikian pasien diabetes yang
sebelumnya tidak terdiagnosis dapat terjaring, hingga dengan demikian dapat
dilakukan upaya untk merncegah komplikasi atau kalaupun sudah ada komplikasi
masih reversible.
Menceah timbulnya komplikasi, menurut logika lebih mudah
karena populasinya lebih kecil, yaitu pasien DM yang sudah diketahui dan sudah
berobat, tetapi kenyataannya tidak demikian. Tidak mudah memotivasi pasien
untuk berobat teratur, dan menerima kenyataan bahwa penyakitnya tidak bisa
sembuh. Syarat untuk mencegah komplikasi adalah kadar glukosa darah harus
selalu terkendali mendekati nangka normal sepanjang hari sepanjang tahun. Di
samping itu tekanan darah dan kadar lipid juga harus normal. Dan supaya tidak
ada resistensi insulin, dalam upaya pengendalian kadar glukosa darah dan lipid
itu harus diutamakan cara-cara nonfarmakologis dahulu secara maksimal, misalnya
dengan diet dan olah raga, tidak merokok dan lain-lain. Bila tidak berhasil
baru menggunakan obat baik oral maupun insulin.
Pada pencegahan sekunder pun, penyuluhan tentang perilaku
sehat seperti pada pencegahan primer harus dilaksanakan, ditambah dengan
peningkatan pelayanan kesehatan primer di pusat-pusat pelayanan kesehatan mulai
dari rumah sakit kelas A sampai ke unit paling depan yaitu puskesmas. Di
samping itu juga diperlukan penyuluhan kepada pasien dan keluarganya tentang
berbagai hal mengenai penatalaksanaan dan pencegahan komplikasi. Usaha ini akan
lebih berhasil bila cakupan pasien DM juga luas , artinya selain pasien DM yang
selama ini sudah berobat juga harus dapat mencakup pasien DM yang belum berobat
atau terdiagnosis, misalnya kelompok penduduk dengan risiko tingi.
c. Pencegahan tersier
Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat
komplikasi itu. Upaya ini meliputi:
- Mencegah timbulnya komplikasi
- Mencegah progesi dari pada komplikasi untuk tidak menjurus kepada penyakit organ dan kegagalan organ
- Mencegah kecacatan tubuh
Dalam
upaya ini diperlukan kerja sama yang baik sekali baik antara dokter ahli
diabetes dengan dokter-dokter yang terkait dengan komplikasinya.dalam hal peran
penyuluhan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan motivasi pasien untuk
mengendalikan komplikasinya.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Diabetes melitus merupakan penyakit menahun yang timbul pada
seseorang yang disebabkan karena adanya peningkatan kadar gula atau glukosa
darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. Dan diabipes
miletus di bagi menjadi 2 tipe tipe I dan tipe II.
Diabetes muncul karena
hormon insulin yang dikeluarkan oleh sel-sel beta dari pulau langerhans
(struktur dalam pankreas yang bertugas mengatur kadar gula dalam darah) tidak
lagi bekerja normal. Akibatnya, kadar gula dalam darah meninggi. Bila keadaan
ini berlanjut dan melewati ambang batas ginjal, zat gula akan dikeluarkan
melalui air seni.
Pankreas disebut sebagai organ rangkap, mempunyai dua fungsi
yaitu sebagai kelenjar eksokrin dan kelenjar endokrin. Kelenjar eksokrin
menghasilkan sekret yang mengandung enzim yang dapat menghidrolisis protein,
lemak, dan karbohidrat; sedangkan endokrin menghasilkan hormon insulin dan
glukagon yang memegang peranan penting pada metabolisme karbohidrat.
Daftar pustaka
Brunner & Suddarth. (1997), Keperawatan Medikal Bedah,
alih bahasa Hartono, A., Kuncara, M., Ester, M., Edisi 8, Vol. 2, Jakarta: EGC
Smetzer. (2001), Buku Keperawatan Medikal Bedah, alih
bahasa Waluyo, A., Edisi 8, Vol. I, Jakara: EGC
Mansjoer, A. (2001), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi
ketiga, Jilid pertama, Jakarta: Media Aesculapius FKUI
Doenges, M. (1999), Rencana Asuhan Keperawatan, alih
bahasa Kariasa, M,. Sumarwati, M., Edisi 3, Jakarta: EGC
http//.gogle.patofisiologidm/.atikelkesehatan.blog/.com
(http://www.mail-archive.co/dokter-umum@yahoogroups.com/msg00070-html)