BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Efusi
pleura merupakan penyakit sauran pernapasan. Penyakit ini bukan merupakan suatu
disease entity tetapi merupakan suatu gejala penyakit yang serius yang
dapat mengancam jiwa penderita (WHO). Efusi pleural adalah pengumpulan cairan
dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal,
proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit
sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung
sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C
Suzanne, 2002).
Secara
geografis penyakit ini tersdapat diseluruh dunia bahkan menjadi masalah utama
di negara – negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Hal ini
disebabkan karena faktor lingkungan di Indonesia. Penyakit efusi pleura dapat
ditemukan sepanjang tahun dan jarang dijumpai secara sporadis tetapi lebih
sering bersifat epidemikk di suatu daerah.
Pengetahuan
yang dalamtentang efusi pleura dan segalanya merupakan pedoman dalam pemberian
asuhan keperawatan yang tepat. Disamping pemberian obat, penerapan proses
keperawatan yang tepat memegang peranan yang sangat penting dalam proses
penyembuhan dan pencegahan, guna mengurangi angka kesakitan dan kematian akibat
efusi pleura.
1.2 Tujuan
1.2.1
Tujuan Umum
Mahasiswa
mendapat gambaran dan pengalaman tentang penetapan proses asuhan keperawatan
secara komprehensif terhadap klien efusi pleura
1.2.2
Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian keperawatan
pada klien dengan efusi pleura
- Merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan efusi pleura
- Merencanakan tindakan keperawatan pada klien dengan efusi pleura
- Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan efusi pleura
- Melaksanakan evaluasi keperawatan pada klien dengan efusi pleura
BAB II
TINJAU PUSTAKA
2.1.
Landasan Teoritis Medis
2.1.1 Definisi efusi pleura
Efusi pleura adalah
penimbunan cairan dalam rongga pleura. Efusi
pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam kavum
pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan
transudat atau cairan eksudat ( Pedoman Diagnosis danTerapi / UPF ilmu penyakit
paru).
2.1.2 Anatomi Fisiologi
Pleura adalah membrane
tipis yang membungkus paru. Lapisan terluar membrane paru menempel pada dinding
rongga toraks. Lapisan dalam pleura menempel ke paru. Pada saat ekspansi rongga
toraks terjadi selama inspirasi, lapisan terluar mengembang; daya ini
disalurkan ke pleura lapisan dalam, yang akan mengembangkan paru. Di antara
lapisan dalam dan luar terdapat ruang/rongga pleura. Ruang ini terisi beberapa
milliliter cairan yang mengelilingi dan membasahi paru. Cairan pleura memiliki
tekanan negative dan melawan gaya kolaps elastic paru. Mekanisme ini membantu
paru tetap dapat mengembang (Cowrin, 2009).
Dalam keadaan normal
seharusnya tidak ada rongga kosong diantara kedua pleura, karena biasanya hanya
terdapat 10-20 cc cairan yang merupakan lapisan tipis serosa yang selalu
bergerak secara teratur. Setiap saat jumlah cairan dalam rongga pleura bisa
menjadi lebih dari cukup untuk memisahkkan kedua pleura. Jika terjadi, maka
kelebihan tersebut akan dipompa keluar melalui pembulu limfatik dari rongga
pleura ke mediastinum. Permukaan superior diafragma dan permukaan lateral
pleura parietalis, memerlukan adanya keseimbangan antara produksi cairan pleura
oleh pleura parietalis dan absorpsi oleh pleura viceralis. Oleh karena itu
rongga pleura disebut sebagai ruang potensial, karena ruang ini normalnya
begitu sempit, sehingga bukan merupakan ruang fisik yang jelas (Guyton dan
Hall, 2009).
2.1.3 Etiologi
Berdasarkan jenis cairan yang terbnetuk, cairan pleura dibagi menjadi
transudat, eksudat dan hemoragis
1. Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal
jantung kiri), sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis hepatis),
syndroma vena cava superior, tumor, sindroma meig.
2. Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia dan sebagainya, tumor, infark
paru, radiasi, penyakit kolagen.
3. Efusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru,
tuberkulosis.
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat
penumpukan cairan dalam pleura berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan
terjadinya ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi di kapiler dan pleura
viceralis.
Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi
dibagi menjadi unilateral dan bilateral. Efusi yang unilateral tidak mempunyai
kaitan yang spesifik dengan penyakit penyebabnya akan tetapi effusi yang bilateral
ditemukan pada penyakit-penyakit dibawah ini :Kegagalan jantung kongestif,
sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus eritematosus systemic, tumor dan
tuberkolosis (Arif
Muttaqin, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dgn Gangguan Sistem Pernapasan).
2.1.4 Patofisiologi
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan di dalam rongga
pleura. Jumlah cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis
pleura parietalis sebesar 9 cm H2O. Akumulasi cairan pleura dapat
terjadi apabila tekanan osmotik koloid menurun misalnya pada penderita
hipoalbuminemia dan bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada proses
keradangan atau neoplasma, bertambahnya tekanan hidrostatis akibat kegagalan
jantung dan tekanan negatif intra pleura apabila terjadi atelektasis paru
(Alsagaf H, Mukti A).
Effusi pleura berarti
terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan bebas dalam kavum pleura. Kemungkinan
penyebab efusi antara lain (1) penghambatan drainase limfatik dari rongga
pleura, (2) gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan
perifer menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang
berlebihan ke dalam rongga pleura (3) sangat menurunnya tekanan osmotik kolora
plasma, jadi juga memungkinkan transudasi cairan yang berlebihan (4) infeksi atau
setiap penyebab peradangan apapun pada permukaan pleura dari rongga pleura,
yang memecahkan membran kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma dan
cairan ke dalam rongga secara cepat (Guyton dan Hall , Egc, 2008)
2.1.5 Manifestasi Klinik
·
Batuk
·
Dispnea bervariasi
·
Adanya keluhan nyeri dada
(nyeri pleuritik)
·
Pada efusi yang berat
terjadi penonjolan ruang interkosta.
·
Pergerakan dada berkurang
dan terhambat pada bagian yang mengalami efusi.
·
Perkusi meredup diatas
efusi pleura..
·
Suara nafas berkurang
diatas efusi pleura.
·
Fremitus fokal dan raba
berkurang.
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Rontgen
Toraks
Dalam
foto thoraks terlihat hilangnya sudut kostofrenikus dan akan terlihat permukaan
yang melengkung jika jumlah cairan > 300 cc. Pergeseran mediastinum kadang ditemukan.
2. CT
Scan Thoraks
Berperan penting dalam mendeteksi
ketidaknormalan konfigurasi trakea serta cabang utama bronkus, menentukan lesi
pada pleura dan secara umum mengungkapkan sifat serta derajat kelainan bayangan
yang terdapat pada paru dan jaringan toraks lainnya.
3. Ultrasound
Ultrasound dapat membantu mendeteksi cairan
pleura yang timbul dan sering digunakan dalam menuntun penusukan jarum untuk
mengambil cairan pleura pada torakosentesis.
2.1.7 Penatalaksaan
·
Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik
(Betadine).
·
Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah
aspirasi.
·
Torasentesis: untuk membuang cairan, mendapatkan spesimen
(analisis), menghilangkan dispnea.
·
Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi menimbulkan
gejala subyektif seperti nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1 – 1,2
liter perlu dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya edema paru, jika
jumlah cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutya baru dapat
dilakukan 1 jam kemudian.
·
Antibiotika jika terdapat empiema
·
Operatif
2.1.8 Komplikasi
1. Fibrotoraks
Pleural effusion
yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang baik akan terjadi
perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura viseralis. Keadaan ini
disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan
mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan
pengupasan(dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan membrane-membran
pleura tersebut.
2. Atalektasis
Atalektasis adalah
pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan oleh penekanan akibat
efusi pleura.
3. Fibrosis
paru
Fibrosis paru
merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru dalam jumlah
yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan sebagai
kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan
penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan fibrosis.
4. Kolaps
Paru
Pada efusi pleura,
atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ektrinsik pada sebagian /
semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan mengakibatkan kolaps paru.
2.2
Tinjauan Teoritis
Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
A.
Identitas pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis
kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang
dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.
B.
Keluhan utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan effusi
pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri
pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama
pada saat batuk dan bernafas.
C.
Riwayat penyakit
sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya
tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada,
berat badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan
itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau
menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
D.
Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan kepada pasien apakah pasien pernah menderita penyakit seperti
TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini
diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
E.
Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang
menderita penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura
seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya.
F.
Observasi TTV
G.
Pengkajian Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1.
Pola persepsi dan tata laksana hidup
sehat
Adanya tindakan medis
dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan,
tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan
kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alkohol dan
penggunaan obat-obatan bisa menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.
2. Pola nutrisi dan metabolism
Mengukur tinggi badan
dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien, selain juga perlu
ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien dengan
effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas.
3.
Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola
eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah MRS.
Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest
sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur
abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
4.
Pola aktivitas dan latihan
Karena adanya sesak napas pasien akan cepat mengalami kelelahan pada saat
aktivitas. Pasien juga akan mengurangi aktivitasnya karena merasa nyeri di dada.
5.
Pola tidur dan istirahat
Pasien menjadi sulit tidur karena sesak naps dan nyeri. Hospitalisasi
juga dapat membuat pasien merasa tidak tenang karena suasananya yang berbeda
dengan lingkungan di rumah.
6.
Pola hubungan dan peran
Karena sakit, pasien akan mengalami perubahan peran. Baik peran dalam
keluarga ataupun dalam masyarakat. Contohnya: karena sakit pasien tidak lagi
bisa mengurus anak dan suaminya.
7. Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien
terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat, tiba-tiba mengalami
sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam, pasien mungkin akan
beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan. Dalam
hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif terhadap dirinya.
8.
Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera
pasien tidak mengalami perubahan, demikian juga dengan proses berpikirnya.
9.
Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual
pasien dalam hal ini hubungan seks akan terganggu untuk sementara waktu karena
pasien berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya masih lemah.
10. Pola koping
Pasien bisa mengalami
stress karena belum mengetahui proses penyakitnya. Mungkin pasien akan banyak
bertanya pada perawat dan dokter yang merawatnya atau orang yang mungkin
dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Kehidupan beragama
klien dapat terganggu karena proses penyakit.
H.
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi :
·
Tingkat kesadaran pasien, ekspresi wajah, perilaku, mood untuk mengetahui tingkat kecemasan dan
keteganagan pasien.
·
Pergerakan dinding dada tertinggal pada dada yang sakit
·
Inspeksi adanya sianosis
·
Kedalaman pernapasan, RR, Penggunaan
otot aksesoris pernapasan dan ekspansi dada.
Palpasi:
·
Pergerakan dinding dada tertinggal pada dada yang sakit
·
Vocal fremitus menurun di dada yang sakit
·
Palpasi suhu tubuh. Jika dingin berarti berarti terjadi kegagalan
transport oksigen.
Perkusi:
·
Suara perkusi redup sampai pekak tergantung jumlah cairanya.
Auskultasi:
·
Suara napas menurun sampai menghilang pada dada yang sakit
I.
Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola
napas b.d penurunan ekspansi paru akibat adanya penumpukan cairan dalam rongga
pleura.
2. Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan nafsu makan akibat sesak
napas.
3. Intoleran aktivitas b.d
ketidak seimbangan suplai dengan kebutuhan oksigen.
J.
Perencanaan
Dx1: Pola napas inefektif b.d penurunan ekspansi paru akibat
adanya penumpukan cairan dalam rongga pleura.
Tujuan: pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal
Criteria hasil : Irama, frekuensi dan
kedalaman pernafasan dalam batas normal, pada
pemeriksaan sinar X
dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan,
bunyi nafas terdengar
jelas.
Intervensi:
·
Kaji kedalaman pernapasan.
Rasional: mengetahui sejauh mana perubahan kondisi
pasien.
·
Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi,
tekanan darah, RR dan respon pasien).
Rasional : Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya penurunan
fungsi paru.
·
Berikan klien posisi semi fowler.
Rasional: memaksimalkan ekspansi paru.
·
Periksa/awasi WSD, bila terpasang.
Rasional:
menghindari kegagalan mengeluarkan cairan dari rongga pleura.
·
Ajarkan teknik relaksasi.
Rasional:
untuk memperbaiki pola napas
·
Kolaborasi dengan tim medis lain untuk
pemberian O2 dan obat-obatan serta foto thorax.
Rasional : Pemberian oksigen
dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya sianosis akibat
hipoksia. Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan
dan kembalinya daya kembang paru.
Dx2: Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan nafsu makan akibat sesak napas.
Tujuan: kebutuhan nutrisi
terpenuhi
Criteria Hasil: berat badan, hasil
laboratorium dalam batas normal
Intervensi:
·
Catat
status nutrisi pasien.
Rasional : Mengetahui derajat masalah dan pilihan intervensi yang
tepat.
·
Berikan
makanan sedikit tapi sering.
Rasional : Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan.
·
Anjurkan
keluarga klien untuk membawa makanan dari rumah dan berikan pada klien kecuali
kontraindikasi.
Rasional: membantu memenuhi kebutuhan personal.
·
Beri motivasi tentang pentingnya
nutrisi.
Rasional : Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya, kebiasaannya,
agama, ekonomi dan pengetahuannya tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
·
Kolaborasi
dengan ahli gizi.
Rasional: pemberian nutrisi dapat dihitung dengan tepat.
Dx3: Intoleran aktivitas b.d ketidak seimbangan suplai dengan
kebutuhan oksigen.
Tujuan : Pasien mampu melakukan aktifitas seoptimal mungkin
Criteria Hasil: Terpenuhinya
aktivitas secara optimal, pasien kelihatan segar dan bersemangat.
Intervensi:
·
Kaji respon Individu terhadap aktivitas .
Rasional:
agar dapat dinilai tingkat intoleran aktifitas
·
Meningkatkan Aktivitas Secara bertahap.
Rasional:
agar tidak terjadi kelelahan.
·
Ajarkan Klien metode penghematan energi untuk
aktivitas.
Rasional:
Klien dapat beraktivitas secara bertahap sehingga tidak terjadi kelelahan.
·
Kolaborasi dengan ahli terapi okupasi, jika
perlu.
Rasional:
untuk melatih ketahanan
K.
Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana
keperawatan oleh perawat terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam pelaksanaan rencana keperawatan diantaranya :
Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana
setelah dilakukan validasi ; ketrampilan interpersonal, teknikal dan
intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat,
keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta dokumentasi intervensi dan
respon pasien.
Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi
secara kongkrit dari rencana intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi
masalah kesehatan dan perawatan yang muncul pada pasien (Budianna Keliat,
1994,4).
L.
Evaluasi
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah
tujuan dalam rencana keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk
melakukan pengkajian ulang (US. Midar H, dkk, 1989).
Kriteria dalam menentukan tercapainya suatu tujuan, pasien :
1.
Mampu mempertahankan fungsi paru secara
normal.
2.
Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
3.
Mampu melakukan aktifitas seoptimal mungkin
4.
Tidak terjadi infeksi
5.
mampu memahami dan menerima keadaannya
sehingga tidak lagi cemas.